Pandemi Covid-19 di Indonesia maupun di negara lain di dunia sepertinya masih prematur untuk disebut sudah berakhir.
Terlihat dari sejumlah negara yang kembali memberlakukan pembatasan sosial atau lockdown. Sepertinya hal ini juga terjadi di Indonesia, yakni ketika Jakarta kembali dikabarkan diterapkan PSBB.
Efek Jakarta yang Kembali PSBB
Melalui konferensi pers di Balai Kota Jakarta yakni pada hari Rabu, 9 September 2020 kemarin. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengumumkan tentang kembali diterapkannya PSBB sama seperti ketika pertama kali diterapkan di awal pandemi. Informasi ini kemudian mendapat respon yang beragam dari berbagai pihak.
Keputusan kembali diberlakukannya PSBB bukan tanpa alasan, keputusan ini berani diambil Anies selepas melaksanakan rapat gugus tugas percepatan pengendalian Covid-19.. Melalui rapat tersebut kemudian Anies menuturkan kemungkinan besar Jakarta akan menarik rem darurat. Yakni dengan menerapkan PSBB.
Secara umum, penerapan PSBB kali ini bukanlah PSBB dalam rangka masa transisi melainkan memang dalam kondisi darurat sebagai bentuk penanganan. PSBB yang diterapkan akan memberlakukan kembali aturan hanya 11 bidang perusahaan yang diperbolehkan beroperasi.
Sementara sisanya akan kembali diterapkan work from home atau WFH, baik untuk perusahaan yang dikelola pemerintah maupun swasta. Perusahaan 11 bidang esensial inipun akan diberi beberapa batasan. Misalnya dari jam operasional yang tidak penuh, intinya ada pengurangan jam operasional.
Namun efek atau imbas dari PSBB kedua ini tentu tidak berbeda jauh dengan yang pertama kali diterapkan. Akan ada banyak perusahaan yang kemudian memilih untuk tutup total, beberapa lagi bertahan dengan terseok-seok. Kebijakan PSBB ini diperkirakan akan memperbesar angka perusahaan yang tutup.
Efek lebih kompleks lagi adalah dengan adanya kemungkinan jumlah karyawan terkena PHK kembali meningkat. Kondisi perekonomian di Jakarta yang belum stabil praktis akan kembali goyah di masa pemulihan pasca PSBB pertama di awal pandemi. Namun segala efek ini tentunya sudah dipertimbangkan masak-masak oleh pemerintah kota DKI Jakarta.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Bhima Yudhistira selaku ekonom di Institute for Development of Economic (Indef). Beliau menyebutkan jika pemberlakuan kembali PSBB akan memunculkan kemungkinan terjadinya PHK massal. Terutama dengan pembatasan sosial yang semakin diperketat saat ini.
PHK ini bisa terjadi karena demand atau permintaan produk berupa barang maupun jasa akan kembali surut selama PSBB. Ada banyak kegiatan yang membutuhkan kerjasama beberapa perusahaan terpaksa harus dihentikan. Praktis ada banyak usaha yang berhenti berjalan dan tidak bisa lagi menggaji karyawannya, sehingga PHK menjadi resiko yang tidak bisa dihindari.
Penerapan PSBB kedua ini dikabarkan akan diberlakukan pada 14 September 2020. Bhima berharap pemerintah DKI Jakarta sudah melakukan antisipasi. Misalnya dengan mengoptimalkan bantuan sosial, sehingga menjelang PSBB masyarakat sudah mendapatkan bantuan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup.