Baru-baru ini muncul kabar bahwa wilayah DKI Jakarta dikenakan PSBB lagi. Gubernur Anies Baswedan, mengumumkan penerapan kembali pembatasan sosial berskala besar mulai, tanggal 14 September 2020. Seperti pada aturan sebelumnya, beberapa aktivitas warga akan dibatasi. Mengapa demikian?

Kenapa Jakarta Terapkan PSBB Lagi

Alasan Pemprov DKI kembali terapkan PSBB

PSBB merupakan langkah yang diambil oleh Kemenkes sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona. beberapa tempat yang terindikasi berpotensi menimbulkan kerumunan dan fasilitas-fasilitas umum dibatasi kegiatannya.

DKI Jakarta sendiri termasuk salah satu wilayah yang sempat mengalami penerapan PSBB pada masa transisi. Namun, kabar mengejutkan muncul kembali dari pemprov yang menyatakan bahwa akan ada PSBB kedua. Alasannya yaitu:

  1. Jumlah kasus aktif meningkat yang sangat berpengaruh pada ketersediaan dan kesiapan fasilitas kesehatan di ibukota. Per tanggal 9 September 2020 terdapat sekitar 11.245 kasus.
  2. Proses pemakaman diselenggarakan sesuai protap covid-19 juga terjadi peningkatan. Pasien yang meninggal tersebut memiliki riwayat ISPA berat/ARDS(sindrom pernapasan akut), dan diyakini memiliki gambaran klinis sebagai suspek positif covid-19, tetapi hasil pemeriksaan lab RT-PCR belum keluar.
  3. Tempat tidur isolasi di rumah sakit semakin terbatas. Bertambahnya jumlah pasien positif tentu berdampak pada ketersediaan fasilitas perawatannya, termasuk tempat tidur. Dengan angka kasus saat ini, diperkirakan semua akan terisi penuh pada 10 hari ke depan atau 17 September 2020.
  4. Kapasitas tempat tidur ICU juga mulai terbatas. Sekian persen dari pasien positif membutuhkan perawatan khusus di ruang ICU. Jika angka suspek tidak terkendali, diprediksi fasilitas tersebut akan terisi penuh pada September 2020.

Bedanya PSBB kali ini dengan yang sebelumnya?

  1. Sektor usaha yang berhubungan langsung dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat masih boleh beroperasi. Tentunya harus tetap ada penerapan protokol kesehatan ketat dan pembatasan kapasitas karyawan maksimal 50%. Ke 11 sektor tersebut adalah kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, pasar modal, perhotelan, logistik, industri strategis, konstruksi, pelayanan dasar publik dan industri.
  2. Fasilitas umum atau tempat dan acara yang mengundang orang berkerumun harus ditutup. Tidak terkecuali sekolah dan institusi pendidikan. Bahkan pergelaran resepsi pernikahan bisa difokuskan di KUA atau catatan sipil.
  3. Aktivitas essential masih bisa beroperasi dengan syarat dibatasi kapasitasnya, maksimal 50% pegawai. Namun, untuk institusi yang tugasnya menyediakan layanan mendasar untuk publik, ada pengecualian, misalnya kesehatan, pemadam kebakaran, dll.
  4. Tempat ibadah diizinkan beroperasi dengan skala terbatas, kecuali yang berada di zona merah harus ditutup sementara.
  5. Perkantoran swasta bisa tetap beroperasi tapi dengan kapasitas terbatas, paling banyak 25% pegawai. Manajemen diberikan keleluasaan bagaimana mengaturnya, termasuk pendelegasian tugas untuk bekerja di kantor atau dari rumah.
  6. Pasar dan pusat perbelanjaan masih bisa buka dengan kapasitas pengunjung dibatasi maksimal 50% di waktu yang sama. sedangkan usaha Food and Beverage seperti rumah makan, restoran dan kafe, harus melayani dengan sistem pesan antar atau bawa pulang.
  7. Ojek online diijinkan membawa penumpang. Berbeda dengan angkutan umum yang kapasitasnya dibatasi, serta frekuensi layanan dan armada dikurangi hingga maksimal 50%. Jumlah penumpang kendaraan pribadi juga tidak boleh lebih dari dua orang setiap baris kursi, kecuali masih satu domisili.
  8. Sarana isolasi bagi Orang Tanpa Gejala (OTG) dikelola langsung oleh pemerintah dimana tempatnya ditunjuk oleh Gugus Tugas. Tidak diperbolehkan lagi warga melakukan isolasi mandiri di rumah untuk menghindari terjadinya penularan klaster keluarga. Dan jika terjadi penolakan dari OTG untuk pindah ke fasilitas yang disediakan, maka petugas akan menjemput bersama aparat penegak hukum.
  9. Adanya sanksi pada pelanggaran protokol kesehatan. Mereka yang melanggar akan dilakukan penegakan disiplin atau juga bisa digelar sidang di tempat oleh penegak hukum.

Penerapan PSBB kali ini oleh Gubernur Dki Jakarta, Anies Baswedan dinilai sebagai langkah penarikan rem darurat. Secara efektif pembatasan dijalankan selama dua pekan yaitu mulai tanggal 14 September hingga 28 September 2020 dan diatur dalam Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB dalam penanganan COVID-19 di DKI Jakarta.